

Teater kampus merupakan salah satu kantung budaya yang turut melestarikan warisan budaya rakyat. Dengan khasnya sendiri, teater kampus memberikan kritik terhadap fakta-fakta yang terjadi, baik lingkup lingkungan kampus maupun masyarakat luas.
Selasa (10/06/2008) teater BETA kembali hadir di hadapan mahasiswa. Wayang Kloning Wahyu Semar menjadi produksi ke-59 yang dipentaskan teater yang bernaung di bawah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo ini.
Bertempat di Auditorium I Kampus IAIN Walisongo, pementasan itu cukup diramaikan pengunjung. Pertunjukan itu digarap apik oleh sang sutradara Misbakhul Munir yang sering disapa Komeng.
Kali ini, isi pementasan membidik persoalan politik. Lingkungan politik di dalamnya disimbolkan dengan kerajaan Maespati dan Alengka.
Gonjang-ganjing masalah politik yang terjadi di Maespati menimbulkan perebutan kekuasaan. Diperlihatkan semua petinggi kerajaan sedang haus akan jabatan raja.
Di sinilah, Wahyu Semar menjadi sebuah sayembara bagi calon penguasa kerajaan. Jika seseorang dapat menemukan Wahyu Semar, maka ia akan dinobatkan sebagai raja.
Pada akhir cerita, ternyata semua petinggi kerajaan mengaku menemukan wahyu semar. Secara bergantian mereka bangga karena merasa mendapatkan Wahyu Semar. Tetapi satu demi satu terkejut karena tak hanya dirinya yang mendapatkan titah sayembara kerajaan itu. Akhir cerita itu tidak ditunjukkan siapa yang pada akhirnya memenangkan sayembara Wahyu Semar.
Seperti gaya khas BETA, Wayang Kloning Wahyu Semar dikemas dengan gaya dagelan. Babak goro-goro menjadi bagian yang sangat menggelitik dan menarik antusias penonton. Lelucon yang ditampilkan begitu segar dan menggelitik, namun sarat dengan pesan moral.
Pesan yang diamanatkan oleh cerita itu cukup dalam mengenai ihwal politik bangsa saat ini. Bahwa seorang pemimpin (yang disimbolkan dengan Raja): adalah penguasa tapi sejatinya wakil (rakyat), adalah orang yang berposisi tinggi namun sejatinya rendah (sama dengan rakyat). Tepatnya, seorang pemimpin harus bisa mewujudkan apa yang dinginkan oleh rakyatnya; yang tentunya kemaslahatan.
Setting kerajaan di pementasan itu, ditambah tampilan yang berbeda dengan kompilasi wayang kulit. Kemasan ini cukup menarik; cerita yang disampaikan di pewayangan sambung-menyambung dengan cerita yang diperankan dalam lingkungan kerajaan.
Kita tunggu karya teater BETA selanjutnya. Juga produksi kawan-kawan teater lainnya. BRAVO teater kampus. Semoga tetap menjadi pepadhang dan penyampai kasunyatan urip. [Musyafak]
Hey Boy, ni aufa bego cah beta sek neng UNSIQ wonosobo, makasih biy dah posting kabar temen-temen. good luck deh
ReplyDelete