Saturday, February 26, 2011

Kepemimpinan ala Gus Dur

0
Judul        : Semar Dadi Ratu; Mengenang Gus Dur Kala Jadi Presiden
Penulis     : Sumanto Al Qurtuby
Penerbit  : eLSA, Semarang
Tahun      : I, Agustus 2010
Tebal       : 196 hlm

Secara fisis-biologis KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur memang sudah wafat. Tetapi secara ideologis ia tetap hidup, bahkan makin “meremaja”. Pemikiran-pemikiran yang ditinggalkannya menjadi warisan yang terus dibicarakan, dielaborasi, dan dikembangkan oleh generasi bangsa.

Hal itu bukan karena popularitas Gus Dur semata. Tetapi sikap hidup dan pemikirannya yang benar-benar membumi, tidak hanya di masyarakat Indonesia, juga di masyarakat dunia.

Sumanto Al Qurtuby, cendekiawan muda muslim Indonesia, memberi apresiasi secara kritis dan mendalam atas sosok Gus Dur. Bukunya Semar Dadi Ratu: Mengenang Gus Dur Kala Jadi Presiden adalah ikhtiar untuk mengelaborasi sepak-terjang dan pemikiran ketika menduduki kursi kepresidenan. Gus Dur menata republik yang tengah dilanda pelbagai chaos (kekacauan) pasca runtuhnya Orde Baru, hingga melakukan perubahan dalam sektor institusional maupun sipil.

Sumanto memulai mendedah sosok Gus Dur dari sisi pemikirannya yang paling fundamental mengenai demokrasi. Demokrasi diimajinasikan oleh Presiden RI ke-4 ini sebagai instrumen untuk menegakkan keadilan dan kemakmuran rakyat, serta mempertahankan identitas Negara-bangsa Indonesia yang majemuk.

Prinsip demokrasi dalam pandangan cucu pendiri NU ini meliputi tiga asas dasar, yaitu kebebasan, persamaan, dan musyawarah (syura). Pandangan itu diderivasi dari teks-teks keagamaan, tradisi keislaman, dan sirah (sejarah dan perilaku) kenabian.

Pertama, kebebasan (liberty) adalah upaya membebaskan bangsa dari tirani yang menzalimi rakyat. Tirani itu lahir sebagai bentukan dari sistem politik, sekaligus praktik kekuasaan, yang hegemonik, menindas, dan tidak memberikan ruang berpikir dan berekspresi bagi rakyat.

Kedua, persamaan (equality) adalah upaya membentuk masyarakat berdasarkan nilai-nilai kesederajatan baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun kebudayaan. Prinsip equality senapas dengan egalitarianisme yang menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban seluruh warga negara.

Ketiga, musyawarah (syura) adalah upaya pemecahan segala persoalan dengan prinsip kebersamaan. Musyawarah memiliki kaitan erat dengan fraternity (persaudaraan) yang mengakomodasi pluralitas ide-ide demi kepentingan bersama.

Ketiga hal itu, bagi Gus Dur adalah seperangkat ideologi demokrasi guna mencapai kemaslahatan kolektif hingga terwujud masyarakat madani (civil society). Ketiga asas itu benar-benar diterapkan Gus Dur ketika mengemban amanat menahkodai NKRI pada tahun 1999-2001. Gus Dur mengeluarkan pelbagai kebijakan yang merangkul dan mengayomi hak-hak kaum minoritas.

Sebagai intelektual yang dididik dalam perpaduan wawasan Islam dan Barat (Kandidat PhD di Antropolgi Politik dan Agama di Universitas Boston), Sumanto menuliskan kumpulan kolomnya penuh semangat kritis. Hingga buku ini tidak sekadar menjadi dokumentasi kesan-kesan secara impresif, melainkan menjadi telaah kritis-objektif yang mampu memberikan inspirasi kepemimpinan dan kebangsaan.

Musyafak Timur Banua, litbang SKM AMANAT IAIN Walisongo Semarang
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment