Dewasa ini muncul beragam game yang mencuplik simbol-simbol agama dengan niat melecehkannya sehingga memicu reaksi dari pemeluk-pemeluk agama. Eksplorasi virtual game seperti ini kian mengukuhkan media populer sebagai medan strategis untuk mengusung propaganda negatif terhadap agama-agama. Perancangan game bukan lagi semata urusan mereproduksi kesenangan atau mengejar keuntungan finansial, tetapi berpautan pula dengan obsesi menyusupkan ideologi anti-agama tertentu kepada para penggunanya secara tersamar.
Resident Evil 4 adalah salah satu game yang ditengarai mencatut simbol-simbol agama, tepatnya Islam, dan secara terselubung mengasosiasikannya dengan watak bengis serta jahat semacam iblis. Selain itu juga Devil May Cry 3, Prince of Persia, dan Clive Barker Undying. Game-game tersebut sedang mengalami tren di kalangan gamers, khususnya penyuka permainan jenis perang yang tidak lepas dari adegan-adegan kekerasan. Belum lagi game-game yang terang-terangan menyebarkan propaganda anti-Islam seperti Battlefield 3, Moschee Baba, Muslim Massacre: The Game of Modern Religious Genocide.
Simbol-simbol agama dalam game-game tersebut dikonstruksi ulang menjadi jelmaan representasi atau citraan visual baru yang "disimpangkan" secara tidak terang-terangan. Permainan semiotik itu dikerjakan dengan menghubungkan simbol agama sebagai penanda (signifier) dengan petanda atau konsep makna (signified) yang berbeda dari rujukan (reference) aslinya. Simbol-simbol agama dikorespondensikan dengan konsep-konsep negatif-stigmatif hingga membentuk jalinan naratif yang bisa mengarahkan pemahaman miring tentang agama.
Strategi populer penistaan agama lewat game merupakan bentuk lain dari kreasi budaya massa (mass culture) seperti film. Sebagaimana film Innocence of Muslim besutan Sam Bacile yang memancing amarah umat Islam sedunia, September silam.
Ideologi-Fantasi
Taruhlah dalam Resident Evil 4, ketika karakter protagonis Leon S Kennedy memasuki sarang zombi yang antagonis dan jahat, Leon mesti melewati gerbang The Doors. Ornamen pada gerbang zombi tersebut identik dengan "Pintu Umar bin Khattab" di Masjid Nabawi Madinah. Narasi ini hampir seriwayat dengan Gerbang Setan dalam Devil May Cry 3 yang ornamennya mirip pintu Kakbah.
Olahan tanda semiotik dalam game-game tersebut secara terselubung berpretensi memesankan bahwa tempat-tempat sakral yang diyakini umat Islam merupakan sarang iblis. Kakbah atau Masjid Nabawi Madinah yang merupakan tempat suci di mana umat Islam menyambungkan diri dengan Tuhannya secara diam-diam diasosiasikan oleh Resident Evil 4 dan Devil May Cry 3 sebagai kekuatan laknat sekaligus keji: di situ seolah dikatakan bahwa yang laknat dan keji itulah yang selama ini disembah umat Islam.
Fenomena game macam ini menandai gelagat popularisme gerakan anti-Islam yang dikampanyekan secara massif melalui sarana teknologi berjaringan atau internet. Tebaran simbol-simbol agama di dalamnya mengonstruksi realitas simulatif atau tiruan yang tidak menggambarkan obyek-obyek sebagaimana adanya, kecuali fantasi belaka.
Fantasi itu membentuk image atau citraan khusus untuk menyembunyikan "makna asali" dan menyimpangkannya menjadi "makna bayangan" yang berlapis. Set tanda atau simbol dijelmakan menjadi peta konseptual untuk mewakili konsep-konsep makna yang bertolakbalikan dengan rujukan aslinya. Simulasi menjadi kerja semiotik untuk menyisipkan pesan-pesan ideologis tentang agama dengan cara sehalus dan senatural mungkin sehingga kurang diinsafi oleh pengguna game. Citraan yang digelar secara intens dan terus-menerus dengan sendirinya akan membakukan suatu mitos tentang Islam.
Sebenarnya bukan hanya simbol-simbol Islam yang rentan diselewengkan game. Misalkan game SMITE yang mencomot citra Dewi Kali yang kemudian digambarkan dengan kostum sensual. Karakter dewi yang dihormati umat Hindu ini disimpangkan sebagai femme fatale (seksi dan mematikan), juga pembunuh sadistik.
Tren pencatutan simbol-simbol agama dalam game mewartakan preseden buruk bagi kebebasan imajinasi-ekspresi yang disertai agenda-agenda pelecehan agama. Simbol-simbol agama yang dinistakan game merupakan bentuk komunikasi koersif yang bisa memicu disharmoni antaragama. Selain itu, memicu semaraknya perang simbol-simbol agama melalui produk budaya populer yang mengesampingkan unsur-unsur hiburan, sementara muatan-muatan ideologis lebih dikedepankan.
Ikonisasi Iblis
Game bercorak battle (pertempuran) atau war (peperangan) yang diciptakan Barat dan Amerika pascaperistiwa 11/9 tampak punya "misi rahasia" untuk mendiskreditkan Islam sebagai agama kekerasan. Misal, game Battlefield 3 yang plot naratifnya mengisahkan tentang kelompok teroris Iran di bawah pimpinan Sulaiman yang berencana menyerang New York. Sementara tentara Amerika digambarkan sebagai tokoh protagonis yang heroik dan penyelamat umat manusia (Gatra, 25-31/10/2012).
Representasi stereotip tentang Islam juga terpapar dalam game Hitman yang menamai karakter-karakter kelompok teroris yang bermarkas di Masjid Isfahan dengan nama Muhammad, Ahmad, atau Ali. Citra antagonistik tentang Islam itu dibentuk bersamaan dengan propaganda Barat yang memaklumkan Islam sebagai agama teror dan kekerasan.
Mencermati Resident Evil 4, Devil May Cry 3, Prince of Persia, dan Clive Barker Undying, mereka adalah game bercorak pertarungan yang mengusung misi suci menyelamatkan dunia yang dionari makhluk-makluk sejenis iblis. Game-game tersebut memampang simbol-simbol Islam menjadi kode narasi tentang iblis (devil) atau kejahatan (evil). Iblis yang mulanya merupakan konsepsi teologis telah digeser menjadi obyek artifisial dan ikonis. Makna religius dan filosofis iblis telah diringkus menjadi makna populer yang bersifat asosiatif atau penyepadanan.
Iblis bukan lagi menubuh sebagai metafora religius yang memaknakan bahwa kebaikan selalu dibuntuti oleh bayangan gelap keburukan. Game mengikonkan iblis dengan watak manusiawi yang doyan onar dan kekerasan fisik yang harus dilawan dengan pertempuran fisik. Bukan lagi iblis yang mesti ditarungi dengan kesadaran religius sebagaimana diajarkan agama. Ikonisasi iblis itu secara halus dipadankan dengan narasi kekerasan atas nama Islam.
Musyafak, staf di Balai Litbang Agama Semarang
(Jurnal Nasional, 16 November 2012)
Resident Evil 4 adalah salah satu game yang ditengarai mencatut simbol-simbol agama, tepatnya Islam, dan secara terselubung mengasosiasikannya dengan watak bengis serta jahat semacam iblis. Selain itu juga Devil May Cry 3, Prince of Persia, dan Clive Barker Undying. Game-game tersebut sedang mengalami tren di kalangan gamers, khususnya penyuka permainan jenis perang yang tidak lepas dari adegan-adegan kekerasan. Belum lagi game-game yang terang-terangan menyebarkan propaganda anti-Islam seperti Battlefield 3, Moschee Baba, Muslim Massacre: The Game of Modern Religious Genocide.
Simbol-simbol agama dalam game-game tersebut dikonstruksi ulang menjadi jelmaan representasi atau citraan visual baru yang "disimpangkan" secara tidak terang-terangan. Permainan semiotik itu dikerjakan dengan menghubungkan simbol agama sebagai penanda (signifier) dengan petanda atau konsep makna (signified) yang berbeda dari rujukan (reference) aslinya. Simbol-simbol agama dikorespondensikan dengan konsep-konsep negatif-stigmatif hingga membentuk jalinan naratif yang bisa mengarahkan pemahaman miring tentang agama.
Strategi populer penistaan agama lewat game merupakan bentuk lain dari kreasi budaya massa (mass culture) seperti film. Sebagaimana film Innocence of Muslim besutan Sam Bacile yang memancing amarah umat Islam sedunia, September silam.
Ideologi-Fantasi
Taruhlah dalam Resident Evil 4, ketika karakter protagonis Leon S Kennedy memasuki sarang zombi yang antagonis dan jahat, Leon mesti melewati gerbang The Doors. Ornamen pada gerbang zombi tersebut identik dengan "Pintu Umar bin Khattab" di Masjid Nabawi Madinah. Narasi ini hampir seriwayat dengan Gerbang Setan dalam Devil May Cry 3 yang ornamennya mirip pintu Kakbah.
Olahan tanda semiotik dalam game-game tersebut secara terselubung berpretensi memesankan bahwa tempat-tempat sakral yang diyakini umat Islam merupakan sarang iblis. Kakbah atau Masjid Nabawi Madinah yang merupakan tempat suci di mana umat Islam menyambungkan diri dengan Tuhannya secara diam-diam diasosiasikan oleh Resident Evil 4 dan Devil May Cry 3 sebagai kekuatan laknat sekaligus keji: di situ seolah dikatakan bahwa yang laknat dan keji itulah yang selama ini disembah umat Islam.
Fenomena game macam ini menandai gelagat popularisme gerakan anti-Islam yang dikampanyekan secara massif melalui sarana teknologi berjaringan atau internet. Tebaran simbol-simbol agama di dalamnya mengonstruksi realitas simulatif atau tiruan yang tidak menggambarkan obyek-obyek sebagaimana adanya, kecuali fantasi belaka.
Fantasi itu membentuk image atau citraan khusus untuk menyembunyikan "makna asali" dan menyimpangkannya menjadi "makna bayangan" yang berlapis. Set tanda atau simbol dijelmakan menjadi peta konseptual untuk mewakili konsep-konsep makna yang bertolakbalikan dengan rujukan aslinya. Simulasi menjadi kerja semiotik untuk menyisipkan pesan-pesan ideologis tentang agama dengan cara sehalus dan senatural mungkin sehingga kurang diinsafi oleh pengguna game. Citraan yang digelar secara intens dan terus-menerus dengan sendirinya akan membakukan suatu mitos tentang Islam.
Sebenarnya bukan hanya simbol-simbol Islam yang rentan diselewengkan game. Misalkan game SMITE yang mencomot citra Dewi Kali yang kemudian digambarkan dengan kostum sensual. Karakter dewi yang dihormati umat Hindu ini disimpangkan sebagai femme fatale (seksi dan mematikan), juga pembunuh sadistik.
Tren pencatutan simbol-simbol agama dalam game mewartakan preseden buruk bagi kebebasan imajinasi-ekspresi yang disertai agenda-agenda pelecehan agama. Simbol-simbol agama yang dinistakan game merupakan bentuk komunikasi koersif yang bisa memicu disharmoni antaragama. Selain itu, memicu semaraknya perang simbol-simbol agama melalui produk budaya populer yang mengesampingkan unsur-unsur hiburan, sementara muatan-muatan ideologis lebih dikedepankan.
Ikonisasi Iblis
Game bercorak battle (pertempuran) atau war (peperangan) yang diciptakan Barat dan Amerika pascaperistiwa 11/9 tampak punya "misi rahasia" untuk mendiskreditkan Islam sebagai agama kekerasan. Misal, game Battlefield 3 yang plot naratifnya mengisahkan tentang kelompok teroris Iran di bawah pimpinan Sulaiman yang berencana menyerang New York. Sementara tentara Amerika digambarkan sebagai tokoh protagonis yang heroik dan penyelamat umat manusia (Gatra, 25-31/10/2012).
Representasi stereotip tentang Islam juga terpapar dalam game Hitman yang menamai karakter-karakter kelompok teroris yang bermarkas di Masjid Isfahan dengan nama Muhammad, Ahmad, atau Ali. Citra antagonistik tentang Islam itu dibentuk bersamaan dengan propaganda Barat yang memaklumkan Islam sebagai agama teror dan kekerasan.
Mencermati Resident Evil 4, Devil May Cry 3, Prince of Persia, dan Clive Barker Undying, mereka adalah game bercorak pertarungan yang mengusung misi suci menyelamatkan dunia yang dionari makhluk-makluk sejenis iblis. Game-game tersebut memampang simbol-simbol Islam menjadi kode narasi tentang iblis (devil) atau kejahatan (evil). Iblis yang mulanya merupakan konsepsi teologis telah digeser menjadi obyek artifisial dan ikonis. Makna religius dan filosofis iblis telah diringkus menjadi makna populer yang bersifat asosiatif atau penyepadanan.
Iblis bukan lagi menubuh sebagai metafora religius yang memaknakan bahwa kebaikan selalu dibuntuti oleh bayangan gelap keburukan. Game mengikonkan iblis dengan watak manusiawi yang doyan onar dan kekerasan fisik yang harus dilawan dengan pertempuran fisik. Bukan lagi iblis yang mesti ditarungi dengan kesadaran religius sebagaimana diajarkan agama. Ikonisasi iblis itu secara halus dipadankan dengan narasi kekerasan atas nama Islam.
Musyafak, staf di Balai Litbang Agama Semarang
(Jurnal Nasional, 16 November 2012)