Tuesday, February 12, 2013

Nasib Dapur

0
Dapur bukan sekadar ruang bagi berlangsungnya kerja-kerja domestik di dalam rumah tangga. Dapur sekaligus merepresentasikan tata sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Diskursus dapur memuat narasi tentang relasi antarindividu, ketegangan gender, bahkan hubungan individu dengan masyarakat dan pasar (arena konsumsi). Orang Jawa lazim menyebut dapur dengan pawon. Sebutan pawon memuat kesejajaran makna antara fungsi alat dan ruangnya. Secara harfiah pawon berarti tungku.Terkait relasinya dengan bagian hunian lainnya, pawon berarti bagian rumah yang digunakan untuk aktivitas masak-memasak.

Narasi Ekonomi-Politik
Peran dapur di dalam rumah sangat signifikan. Dapur ditunjuk sebagai ruang semiotonom di mana hajat pangan diurus secara serius.Pencaharian atau kerja- kerja ekonomistik kepala keluarga atau anggotanya, pertama-tama ditujukan untuk menjaga eksistensi dapur. Mafhum jika jamak orang berujar: “membanting tulang dan memeras keringat agar dapur tetap mengepul”.Tak pelak, dapur pun menjadi medan simbolik yang menandakan kuat- lemahnya ekonomi suatu keluarga. Gejolak ekonomi dan politik suatu masyarakat pun dapat ditilik dari dapur.

Puisi berjudul ”Syair Keadaan”anggitan Wiji Thukul mendedahkan situasi dapur dalam hubungannya dengan keadaan sosial-politik. ”Ibu-ibu megapmegap/ mengurus dapur suami dan anaknya/ harga barangbarang kebutuhan makin tinggi/ kaum penganggur sambung-menyambung/ berbaris setiap hari/ dan parpolparpol/ sibuk sendiri/ mengurus entah apa.” Puisi tersebut memerikan kegentingan dapur yang menjadi korban dari timbunan persoalan-persoalan sosial,politik,dan ekonomi.

Dapur pernah diarak ke dalam diskursus ideologi-politik yang menggemaskan semasa Perang Dingin. Buku Cold War Kitchen: Americanization, Technology,and European Users (Oldenziel dan Zachmann, 2009) meriwayatkan perdebatan Wakil Presiden Amerika Richard M Nixon dengan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita S Khrushchev.Wacana tentang teknologi dapur, oleh kedua tokoh tersebut sarat dengan propaganda ideologi-politik. Di ajang American Exhibition di Moskow pada 24 Juli 1959, Amerika memamerkan kecanggihan dapur modern yang dirangkai dengan pelbagai gadgetyang mengatur jaringan listrik, gas, dan saluran air.

Khrushchev mengejek kemajuan dapur Amerika sebagai artifak yang tidak memiliki tujuan kefaedahan, kecuali gadgetsemata. Sebulan sebelumnya, di Pameran Soviet pada Juni 1959 di New York, Soviet memamerkan perkakas dapur seperti kulkas, di samping mesin-mesin berat dan peralatan pertanian. Soviet bermaksud mendemonstrasikan kecakapannya dalam memproduksi barang-barang massal,yang dibayangkan mampu dijangkau kalangan luas. Perdebatan ideologis (kapitalisme vs komunisme) di tengah diskursus teknologi dapur modern tersebut secara tegas menarik relasi antara negara,pasar,dan keluarga.

Ruang Sosial
Peran dapur yang begitu vital tampaknya berbanding terbalik dengan posisinya di dalam rumah. Rumah Jawa pada umumnya meminggirkan pawon hingga berada di bagian belakang. Sumintarsih (Jantra Vol I No 1, 2006: 18) menengarai letak dapur di bagian belakang rumah tradisional Jawa—di mana tungku berpasangan dengan kayu sehingga menyisakan abu—disebabkan oleh anggapan dapur adalah tempat yang kotor. Perkakas-perkakas dapur tak lepas dari kerak asap kehitaman, juga langit-langit yang penuh jelaga hitam.

Rumah-rumah modern terkini pun masih menempatkan dapur di bagian belakang. Dapur masih dianggap sebagai ranah domestik yang privat dan tabu untuk dipertontonkan. Seseorang “dipersilakan” memahami kondisi dapur orang lain melalui minuman, jajanan, atau makanan yang disuguhkan ketika bertamu. Orang Jawa sebenarnya tidak memutlakkan dapur sebagai ruang domestik dan privat sepenuhnya. Sebaliknya, dapur juga menjadi ruang sosial yang mempertemukan para perempuan.

Ketika suatu keluarga memiliki hajat misal pernikahan, khitanan, tasyakuran, dan peringatan kematian, para tetangga perempuan berdatangan membantu memasak dan menyajikan makanan atau jajanan. Dapur memekarkan lakulaku keguyuban antarkeluarga. Keluarga Jawa terbiasa berbagi masakan dengan para tetangga. Fakta kedermawanan itu dapat ditilik dalam konstruksi rumah tradisional Jawa yang umumnya tidak menjauhkan dapur dengan pekarangan yang terletak di belakang atau samping rumah.

Pekarangan menjadi lahan produktif untuk ditanami aneka sayur-mayur atau ubi-ubian yang menunjang kebutuhan makan. Pekarangan seperti ini memungkinkan para perempuan meminta atau “bertukar” hasil tanaman. Begitu, struktur dapur juga berperan melayani kepentingan atau tujuan sosial yang melibatkan komunitasnya. Pertambahan penduduk mengimbas pada kepadatan hunian. Pekarangan tergusur sepetak demi sepetak. Gelagat terkikisnya peran sosial dapur mulai tampak dari hilangnya pekarangan.

Seiring konsepkonsep perumahan modern terkini yang menyingkirkan pekarangan, dapur lambat laun menjadi ruang eksklusif yang dikuasai sepenuhnya oleh tuan rumah. Di sisi ruang, keberhasilan proyek modernisasi mengindustrikan masyarakat tidak terasa telah mengasingkan manusia dari dapur. Pekerjaan menguras banyak waktu dan tenaga menjadi dalih yang lazim bagi manusia modern untuk tidak sempat memasak. Akibatnya agenda makan kerap digelar di luar rumah.

Industri kuliner yang berkembang pesat, diam-diam menjerat rumah dan pasar dalam labirin kapitalisme. Warung atau restoran tak ubahnya sentra bagi perayaan makan yang menjerumuskan keluarga pada laku konsumtif.Keterasingan manusia modern dengan dapur menandakan gaibnya peran kreatif-produktif keluarga dalam mengurus hajat makan.

Musyafak, pengaji budaya, staf di Balai Litbang Agama Semarang

(Seputar Indonesia, Minggu, 26 Agustus 2012)
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment