Thursday, April 11, 2013

Desakralisasi Politik Islam

1
Isu korupsi impor daging sapi yang menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq merupakan "kabar baik" bagi pencerdasan politik masyarakat Indonesia, khususnya dalam sangkutannya dengan kehidupan keagamaan. Sengkarut kasus daging sapi di tubuh PKS dengan sendirinya mendesakralisasi politik Islam berikut partai politik (parpol) Islam.

Desakralisasi ini berjalan dengan ancangan mengembalikan khitah politik dan parpol sebagai yang profan, dan membedakannya dengan Islam sebagai yang sakral. Sebab, penyakralan politik Islam berikut penyucian terhadap parpol Islam yang berkembang hingga kini telah memperkuat eksklusivisme golongan-golongan politik yang bernaung di bawah atap ideologi agama. Sementara substansi Islam sebagai nilai-nilai humanisme universal yang menitahkan agama memayungi seluruh elemen masyarakat seolah hilang arah di tengah mengemukanya sentimen agama yang mendorong segregasi sosial kian kompleks.

Dekonstruksi PKS yang mengklaim sebagai parpol "bersih dan jujur" telah berlangsung dengan sendirinya. Sebelum sangkaan keterlibatan Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus sapi impor, anggota Fraksi PKS di DPR Arifinto kedapatan melihat video porno ketika bersidang. Klaim bebasnya parpol Islam dari praktik-praktik amoral dengan sendirinya diragukan publik. Bahkan, boleh jadi pada titik kulminasi tertentu akan terdengar sebagai isapan jempol belaka.

Formalisasi Islam
Keberadaan parpol Islam sejak mula merupakan narasi yang tidak bisa dipinggirkan dalam konstelasi politik keindonesiaan. Riwayat parpol Islam sekurangnya bisa dilacak sejak Masyumi yang eksis di tahun-tahun awal kemerdekaan, menyusul NU, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Partai Muslimin dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Reformasi 1998 memerikan fenomena politik Islam yang mengalami euforia pascakekangan Orde Baru yang menyempitkan gerak mereka di panggung politik. Sekian banyak parpol muncul menjelang pemilu 1999, di antaranya parpol-parpol yang embrionya bermula dari organisasi sosial keagamaan Islam. Sebagiannya terang-terangan menyatakan diri sebagai parpol Islam sebagaimana usungan asas maupun representasi simbol-simbolnya. Sebagaian lain tidak mendeklarasikan diri sebagai parpol Islam, meski kekhasan di mata publik tetap tampak sebagaimana parpol Islam lainnya.

Kini tiga dari 10 parpol yang lolos untuk menyertai kontestasi pemilu 2014 nanti adalah partai Islam: PKS, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Selain Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga berbasis massa Islam, namun tidak menyatakan diri sebagai partai Islam.

Memang, parpol-parpol berideologi tidak mencolok hendak menegakkan negara Islam yang dikhawatirkan banyak pihak bakal mencederai kemajemukan bangsa Indonesia. Namun, formalisme Islam tetap menjadi kata kunci dalam melihat gerakan politik mereka yang sedikitnya mendukung ide-ide formalisasi syariah kalau bukan mencetuskannya.

Yusdani (Jurnal Al-Mawardi VXI 2006: 192) mencatat sebagian parpol Islam seperti PPP dan Partai Bulan Bintang dalam sidang tahunan MPR 2002 mengusulkan amandemen Pasal 29 UUD 1945 dengan mengembalikan tujuh kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" sebagaimana tertuang dalam Piagam Jakarta, agar formalisasi syariah mempunyai landasan konstitusional yang jelas.

Dibanding parpol-parpol Islam lain, gerakan PKS tampak lebih gamblang dalam menginternalisasikan Islam terhadap pengikutnya. Pradana Boy ZTF (2008: 91) mengemukakan bahwa PKS turut menumpangi gerbong formalisasi syariah dengan berbagai rel tempuh: gerakan individual, gerakan sosial dan pendidikan, gerakan legislasi dan konstitusionalisme.

Tentu saja, mimpi-mimpi formalisasi Islam di Indonesia mengunduh banyak perdebatan. Terutama oleh kalangan yang optimistis melihat fakta pluralitas agama dan keyakinan sebagai modal kebersamaan yang koeksistensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi perkembangan Islam di Indonesia lebih berlangsung secara kultural ketimbang politik.

Sekularisasi Parpol
Desakralisasi parpol Islam sudah sejak masa 1970-an didengungkan oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang mengusung gagasan sekularisasi berikut pemikiran: Islam Yes, Partai Islam No. Gagasan Cak Nur tersebut bisa dibaca sebagai cita-cita bahwa ide-ide perjuangan Islam tidak perlu diformalisasikan dalam wujud politik atau berada di bawah kendali parpol, tetapi mengembalikan Islam sebagai agama kemanusiaan yang universal.

Sekularisasi Cak Nur tidak bertujuan mengubah tata hidup kaum muslim menjadi masyarakat sekuler yang acap dicap antiagama, tetapi untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya duniawi dan menghentikan kecenderungan umat Islam meng-ukhrawi-kan hal-hal duniawi (Madjid, 2008: 229-231).

Parpol merupakan entitas material yang nyata--terdiri dari sekumpulan manusia terorganisasi berikut simbol-simbol yang dikreasi--sekaligus entitas moral sebagaimana ideologi, nilai-nilai, atau pandangan politik yang dikukuhinya. Maka desakralisasi politik Islam adalah meletakkan kembali politik dan parpol, baik sebagai entitas material maupun moral, ke khitah awalnya sebagai perihal duniawi.

Politik dan parpol, meski nilai atau ideologi usungannya adalah agama, tidak semestinya diklaim sebagai satuan ajaran teologis yang menjanjikan keselamatan akhirat. Selama ini tidak jarang parpol maupun politisi parpol "mengintimidasi" iman individu atau kelompok bahwasanya iman mereka cacat bahkan keliru jika tidak memperjuangkan "Islam" sebagaimana dicitakan parpol.

Kuntowijoyo (dalam Basyaib & Abidin, 1999) mengatakan bahwa Islam punya jamak dimensi, sementara politik hanya berdimensi tunggal, yakni dimensi rasional. Menjelmakan agama sebagai politik adalah reduksi makna agama yang kelewatan.

Desakralisasi tidak hendak memagas habis hubungan antara yang ukhrawi dan duniawi lalu mengotakkannya ke dalam oposisi biner secara mutlak. Desakralisasi di sini diimbangi keinsafan bahwa peciptaan tata dunia yang baik di dalam masyarakat yang diupayakan melalui politik adalah sebuah keniscayaan. Ikhtiar duniawi untuk membangun peradaban manusia yang memenuhi hak-hak kebebasan beragama adalah landasan pacu penting dalam memuluskan jalan orang per orang dalam menggapai cita-cita ukhrawi.

--Musyafak, staf di Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang


(Jurnal Nasional, 8 Februari 2013)

Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

1 comment: