Rumah pemikiran yang akan mengeksplorasi dan mengaktualisasikan gagasan keislaman sekaligus kebangsaan yang diperjuangkan oleh Abdurrahman Wahid tentu saja bukan didedikasikan untuk sang mendiang. Namun dedikasi terbesarnya adalah kepada khalayak ramai yang masih memerlukan cara pandang beragama secara damai.
Disadari atau tidak, eksistensi Griya Gus Dur ini berada dalam tegangan perang ideologis di antara kelompok-kelompok keagamaan yang ada di Indonesia. Ide-ide Gus Dur yang bercorak progresif dan inklusif secara langsung akan berhadapan dengan kelompok-kelompok Islamis fundamentalis atau salafi. Sekaligus berada dalam tegangan pergerakan wacana islam liberal yang hari ini memiliki gemanya sendiri di nusantara.
Dinamika wacana keislaman terakhir di Indonesia sedang digulirkan diskursus Islam Nusantara. Meskipun diskursus Islam Nusantara masih menyisakan banyak problem epistemologis, namun perguliran wacananya tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada posisi ini Griya Gus Dur sebagai rumah pemikiran dan pergerakan mesti memberi warna untuk secara akademis melakukan pengujian-pengujian proposisi ilmiah yang diajukan oleh Islam Nusantara berlandaskan ide-ide Gus Dur.
Tidak salah jika publik berharap Griya Gus Dur ini akan menjadi titik bangkit dan menguatkan gagasan-gagasan Islam progresif yang mampu menyadarkan pentingnya hidup bahagia bersama-sama di masyarakat berbeda agama. Spirit pro-eksistensi beragama yang saling mendukung dan berpartisipasi bersama dalam kehidupan sosial ataupun keagamaan tentu sangat niscaya dikembangkan dari ide-ide Gus Dur.
Tentu kita tidak mengharapkan Griya Gus Dur nantinya hanya jadi festival dalam jagad selebrasi komunitas belaka! (readingislam.net)
