Wednesday, February 03, 2016

Mudjahirin Thohir: Membantu Pendirian Rumah Ibadat Agama Lain pun Berpahala

0
“Kalau kita meyakini bahwa tempat ibadat sebagai tempat melakukan aktivitas transendental, tempat seorang hamba berhubungan dengan Tuhannya, maka membantu umat agama lain dalam mendirikan rumah ibadat itu mendapatkan pahala, karena hal itu membantu orang lain untuk bisa beribadah.”

Prof. Mudjahirin Thohir, M.A. selaku Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah mengatakan hal itu dalam sebuah sesi diskusi tentang perizinan pendirian rumah ibadat, di Semarang (28/01). Diskusi ini melibatkan sejumlah peneliti Balai Litbang Agama Semarang yang sedang proses penyusunan buku pedoman pengurusan perizinan rumah ibadat.


Persoalan pendirian rumah ibadat di Indonesia selama ini masih menyisakan problem, bahkan dalam beberapa kasus menjadi konflik sosial sekaligus konflik hukum. Secara yuridis, pendirian rumah ibadat diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Realitasnya di lapangan, aturan tersebut dipahami secara kaku sehingga beberapa kelompok umat mengalami masalah ketika hendak mendirikan rumah ibadat.


Menurut Mudjahirin, permasalahan yang timbul seputar pendirian rumah ibadat salah satunya disebabkan oleh masih kentalnya prasangka. Kegiatan ibadah di rumah ibadat lain dianggap sebagai kemunkaran. Sebab kemunkaran, maka pendirian rumah ibadat umat agama lain tidak diperkenankan. Cara mempermasalahkan pendirian rumah ibadat agama lain masih berkutat pada hukum, yakni PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Hukum itu sendiri membebankan syarat administratif berupa rasio persetujuan antara umat di dalam dan di luarnya sebesar 90:60.


“Hukum memang berfungsi  untuk menciptakan keteraturan sosial. Tetapi sosial yang dimaksud rupanya lebih banyak dilihat dari sisi ketaatan kepada teks hukum sendiri, belum menyentuh pada tataran substantif tempat ibadah,” kata Mudjahirin.


Soal rasio 90:60 itu, kata Mudjahirin, harus diterjemahkan sesuai dengan koteks masyarakatnya. Rumusan tersebut relevan digunakan pada masyarakat yang memiliki intensitas konflik sosial, baik ekspresif maupun latentif, terutama konflik yang masih bernuansa keagamaan. Sedang pada masyarakat umum yang kondusif dan rukun, paslal tersebut tidak berlaku mutlak, hanya perlu diposisikan sebagai pendamping jika diperlukan. (readingislam.net)

Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment