Thursday, May 15, 2008

Cinta; Filsafat tanpa Logika

0
Oleh Musyafak Timur Banua
Saya agak tergelitik ketika orang-orang berkata tentang filosofi cinta. Alih-alih mencoba memaknai “fenomena alami” dengan jalan filsafat, justru banyak orang terjebak dalam jalan buntu karena filosofi yang dibangun minim logika. Memang, dalam sekilas dan terpotong-potong kita bisa berfilsafat tentang cinta; manusia adalah ruh, ruh adalah perasaan, perasaan adalah hati, hatilah tempat cinta bersemayam.
Tetapi “punggung jalan” filsafat itu tidak untuk keseluruhan dan mencakup cinta dalam garis yang tanpa tepi. Bahwa di balik ketidakmengertian dan keterbatasan manusia tentang cinta, kita menyimpulkannya kepada bentuk cinta yang tak beraturan dan penuh kadang-kadang.

Oleh karenanya, saya menyebut cinta itu filsafat tanpa logika. Tidak ada batasan yang jelas tentang “asal-usul kehidupan” itu. Orang berbicara menurut pengalaman pribadi masing-masing. Begitu juga saya berbicara sesuai alam mempertemukan saya dengan cinta secara pribadi dan tidak bersamaan dengan orang lain atau bahkan menyamai perjalanan cinta orang lain secara agak persis.
Bahkan orang yang belum pernah jatuh cinta, masih lajang, dan belum punya pacar bisa bicara panjang lebar tentang cinta. Inilah dimensi ruhani cinta yang mampu menghadirkan imajinasi pada setiap individu, atau untuk setiap pengalaman yang dibayangkan.
Semua adalah tentang perasaan, tidak ada rumus-rumus matematis untuk mengukur dan menjadikannya tapak logika. Apa yang kita pikirkan dengan logika tersistematis acap tidak sesuai kejujuran hati yang mengatakan cinta dalam bentuk lain jika kita berbicara soalnya. Meminjam kata Soe Hok Gie, "apa boleh buat, pikiran dan hati seringkali berjalan berseberangan". Inilah padanan makna yang agak tepat, dalam membicarakan cinta manusia dapat terjebak pada gap antara tingginya akal membayangkan sesuatu (cinta) dan peresapan hati yang cenderung tidak menggebu, namun menunduk. Bahwa akal manusia cenderung pada amarah, sedangkan hati menuju pada emosi yang memabukkan dan kepasrahan menerima kedamaian.
Biologis dan kalbu
Sebagian orang mengatakan, “cinta adalah seks”. Ini juga tidak salah. Namun sudah barang tentu banyak orang memakinya, karena pendapat demikian dipandang menempatkan cinta dalam pucuk kehormatan yang paling rendah.
Jika kita mau jujur; cinta yang alami (natural love) tidak serta merta merujuk pada kemabuk-kepayangan hati terhadap sesuatu. Tetapi sebagai dimensi alami, unsur bilogis manusia seperti tubuh bisa juga dikatakan representasi cinta. Menyalurkan hasrat biologis adalah hal yang sangat dekat dengan manusia itu sendiri sebagai makhluk biologis, termasuk bercinta ala seks.
Bukan berarti saya membenarkan bahwa hubungan seks dapat dikatakan cinta. Tetapi lebih dalam membingkai cinta dalam kacamata biologis adalah penting. Perlu saya tekankan, cinta dalam perspektif biologis yang mengacu libido tentunya tidak serta-merta mengabaikan komunikasi batin, meskipun terjadi secara tidak langsung. Bahwa sebelum itu terjadi, ada getaran-getaran batin yang mengantarkannya, bukan sekedar hubungan biologis. Cinta seperti ini bukan hendak mengatakan manusia bisa saja mencintai secara seksual kepada setiap orang. Justru ini yang harus lebih dijaga agar cinta dalam bentuknya tidak menjadi insting belaka.
Cinta adalah hati; hati adalah qalb; qalb adalah pompa yang naik turun maju mundur. Perasaan manusia, begitu pula cinta adalah tak menentu. Dari keadaan satu menuju keadaan lain yang sebaliknya. Itulah cinta yang alami, yang menyemai dan berkembang tanpa ada paksaan –dan memang tidak bisa dipaksa- dan dengan sendirinya menetukan perasaan kepada cintanya masing-masing.
Dimensi alamiah batin ini memperlihatkan kepada kita kemungkinan-kemungkinan setelah kita merasakan cinta, mencintai, dan dicintai. Konskwensinya jelas, bagai pompa, bagai kalbu; cinta bergerak selalu dalam keadaan berbalik arah. Maka wajar saja, jika perjalanan alami (natural experience) sesorang berubah meski cinta telah menyemai lama di hatinya.
Cinta tidak akan selalu kembali ke satu titik seperti awalnya. Ia akan selalu menemukan titik-titik di tempat di mana ia merasakan sesuatu yang lebih nyaman dan merajut kedamaian. Itu mengapa ada perceraian dan permusuhan setelah ia justru merasakan cinta yang bisa dibilang manis. Perselingkuhan pun menjadi bagian dalam cinta sebagian orang. Lantas bukan saya ingin berbicara bahwa perselingkuhan itu dihalalkan oleh cinta. Bukan itu tempatnya, namun kesiapan menerima konskuensi perasaan yang tidak konstan dan berubah-ubah.
Kesejatian cinta tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, tetapi terletak pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui. Adalah bahwa cinta juga bisa muncul karena intuisi manusia. Ia lahir bukan karena semata-mata dibayangkan, dicita-citakan, dipikirkan secara logis, tetapi bagai reflek syaraf-syaraf manusia bagai terbius oleh cinta itu sendiri.
Kritik untuk negeri
Di negeri ini sudah banyak orang kehilangan cinta dalam bentuk yang damai dan bersih. Berdalih cinta kepada Tuhan, mereka menghalalkan darah saudaranya sendiri yang dianggap melecehkan Tuhannya. Masjid-masjid dan rumah-rumah dibakar dengan mengumandangkan puji-pujian dan menyerukan cinta kepada agamanya, juga kepada Tuhannya. Itu adalah cinta kekerasan. Bukan mencintai cinta yang damai dan tenang dan berpendirian tanpa egoisme; cinta yang berada dalam satu sesembahan tetapi jalan yang berbeda-beda.
Cinta dipaksa mengkuti jalan cinta suatu golongan, diadili menurut timbangan emosi, rasonalitas, dan kesepakatan golongan. Ini adalah “pelacuran cinta”. Biarkan setiap individu menemukan jalan cinta masing-masing tanpa hegemoni logika dan persepsi. Biarkan semua berjalan alami menuju keseimbangan batiniah secara pribadi. Cinta Nadliyin, cinta Muhammadiyah, cinta Hizbut Tahrir ataupun cinta Ahmadiyah dan tetek-bengek cinta yang lain adalah cinta yang bersumber dan menuju pengalaman dan kedamaian masing-masing. Semuanya berjalan menuju keseimbangan, laiknya makrokosmos dan mikrokosmos. Tidak ada cinta terlarang di antara semuanya. Kita berhak menentukan cinta masing-masing.
--Musyafak Timur Banua,
Pemimpin Umum Surat Kabar Mahasiswa (SKM) AMANAT IAIN Walisongo Semarang,
aktif di Kampoeng Sastra Soeket Teki Semarang.
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment