Monday, August 25, 2008

Seniman Kampus Berbicara Kemerdekaan

0

"Selamat merayakan kemerdekaan bagi yang sudah merasa merdeka, tapi bagi saya Indonesia belum merdeka.” Demikian kata seorang peminat Teater Kampus yang sering dispa Kang Toha.
Jumat lalu (22/08/2008) para pegiat teater kampus IAIN Walisongo mengadakan refleksi kemerdekaan dengan pentas musik dan pembacaan puisi. Acara yang digelar lesehan dan sederhana ini dimeriahkan oleh Teater ASA (Fakultas Syari’ah), Teater BETA (Fakultas Tarbiyah), Teater WADAS (Fakultas Dakwah), dan Teater MIMBAR (Institut).

Kegiatan seperti ini sering dilakukan oleh para seniman kampus di lingkungan IAIN Walisongo. Meskipun pengunjung tidak terlalu banyak dan biasanya dari kalangan pecinta seni sendiri, tetapi mereka konsisten menggelar pementasan budaya.
Ini adalah bentuk daya kritis anak-anak teater kampus yang berusaha merespon perkembangan zaman dengan karya-karya seninya. Melalui lagu-lagunya, aktivis teater menghadirkan kritik yang tak kalah tajam dari aktivis organisasi lain.
Anak-anak kehilangan harapan/ tumpahkan darah air mata/ sedangkan bapak beradu mahkota/ pupuh tumbuhkan nusa lara. Demikian petikan lagu “Hitam, Merah Putih, Tanah” yang terlahir dari kegelisahan aktivis Teater ASA. Dalam lagu itu tersirat bahwa penistaan masih saja menerpa anak bangsa, meskipun sudah 63 tahun Indonesia merdeka.
Kesempatan malam itu dimanfaatkan oleh para seniman untuk berbicara tentang kemerdekaan. Kebanyakan dari mereka menafsirkan keadaan Indonesia kini justru berbalik dari misi kemerdekaan.
Agung, mahasiswa Fakultas Dakwah yang bergelut di Teater WADAS berpendapat bahwa sampai kini bangsa kita belum merdeka. Pasalnya, penjajahan baik yang tampak maupun tidak tampak masih menjerat Indonesia.
Kang Toha berbicara agak banyak dalam menafsirkan kemerdekaan dalam realita kebangsaan terkini. Dengan menggebu-gebu ia memaparkan ilusi kemerdekaan RI.
“Mengapa Indonesia masih seperti ini? Lihat pemimpin kita yang berkelindan korupsi! Mereka hanya pandai memanfaatkan situasi yang akhirnya menyengsarakan rakyat,” katanya.
Menurut aktivis salah satu organisasi pergerakan ekstra kampus ini, filosofi kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan yang memanfaatkan situasi.
“Saat tentara Sekutu sibuk melucuti senjata tentara Jepang yang kalah perang, para pemimpin kita mencuri waktu untuk memproklamasikan kemerdekaan. Ini hanya siasat memanfaatkan waktu saja. Maka jangan heran jika wewaris bangsa ini pandai memanfaatkan situasi. Misalnya, kini banyak pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan untuk korupsi,” tambahnya.
Terlepas dari tafsir kemerdakaan itu, pementasan musik yang digelar malam itu cukup menghibur pengunjung yang hadir. Irama musiknya khas: paduan antara musik tradisonal dan modern. Ini dapat dilihat dari alat-alat musik yang dimainkan: gitar, drum, dan keyboard yang dikolaborasikan dengan angklung, gamelan, dan simbe.
“Biar saja Mas Agung ngomong Indonesia belum merdeka. Yang penting malam ini kita senang-senang saja. Dengan pentas ini, paling tidak kita menghibur diri sendiri jika tidak bisa menghibur orang lain,” kata Misbahul Munir. Pegiat Teater BETA dan MIMBAR yang sering disapa komeng ini melanjutkan dengan pembacaan puisinya. [Musyafak Timur Banua]
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment