

Peradaban manusia terkini kian tercerabut dari sakralitas agama, sekaligus lupa akan kearifan budaya. Tak kecuali dalam pernikahan, kesakralan dan kekeramatannya diabaikan. Tak heran jika kini banyak orang kawin-cerai hingga berulang-ulang.
Sebenarnya jawa mengajarkan bahwa pernikahan adalah persoalan kehidupan yang serius, tak boleh diremehtemehkan. Makanya Jawa tak sekadar mengajarkan ikrar dan janji, atau hanya ijab dan qabul. Tapi ritual perkawinan yang "disucikan" dalam tradisi jawa lengkap dengan ritual sarat nilai dan makna.
Misalnya, pingitan. Adalah tradisi sebelum pasangan dinikahkan, yaitu memisahkan keduanya: dilarang bertemu secara fisik. Pesan yang dikandung ialah menumbuhkan perasaan rindu dan saling menunggu. Sebab saat-saat inilah kedua calon pasangan hidup ini saling berharap dan berdoa sembari menggunting waktu: butuh kesetiaan dalam penantian, tak ubahnya pernikahan.
Ritual pernikahan ala Jawa banyak memberikan pelajaran, setidaknya sebagai pegangan, kenangan, dan pengingat, bahwa suami-istri telah menyepakatkan diri sebagai pasangan yang harmonis di muka umum. Representasi dari itu adalah tradisi "menginjak telur".
Lelaki menginjak telur, kemudian perempuan membasuh kakinya dengan air kembang. Pertanda bahwa istri, juga suami, adalah jalinan untuk saling mengerti, alias setubuh. Jika satu kotor, satunya lagi harus membersihkan. Jika satu luka, maka satunya lagi harus jadi obat.
Selain tradisi di atas, masih banyak ritual yang mengiringi upacara pernikahan di Jawa. Sayangnya, masyarakat modern telah melenyapkan itu semua, dan menggantinya dengan budaya lain yang dalam pandangan global lebih bersifat bermewah-mewahan.
Di era sekarang ini, di mana butuh kesetiaan lebih untuk menjadi "setubuh" dalam ikatan pernikahan, upacara-upcara seperti perlu dijalankan dan dielstarikan. Sebab ritual itu sejatinya adalah pengingat, dan perangkum harapan dan cita-cita awal kala dua sejoli berniat menjalani kehidupan rumah tangga. Ini adalah salah satu upaya menjaga sakralitas pernikahan.
--Musyafak Timur Banua,
Penyair, aktif di Kampoeng Sastra Soeket Teki Semarang