Thursday, August 26, 2010

Lelaki Mata Anjing

0
Cerpen Musyafak Timur Banua
dimuat di Harian Global 21/08/2010

Lagi-lagi anjing sialan itu! Mengadang jalan sembari mengacung-acungkan moncongnya. Menggonggong laiknya anjing galak. Orang-orang pelintas jalan berharap Pak Kastubi, si empunya anjing betina hitam itu memanggilnya pulang. Namun, orang-orang baru sadar Pak Kastubi tak ada di rumah begitu melihat garasinya yang lekat sisi kiri jalan kosong. Tak ada mobil merah kinclong di situ.

Suman, lelaki seperdua baya yang menunggu anjing itu pergi sedari lima menit lalu geram. Pun orang-orang yang hendak menunaikan salat jamaah di masjid yang hanya berjarak duapuluh lima meter dari rumah Pak Kastubi itu agak kesal.


Suman tahu, sebenarnya anjing betina itu tidak galak. Menggonggong dan mengadang jalan hanyalah kebiasaan satu-satunya anjing di desa Nogowiseso itu. Sorot mata anjing itu tidak nyalang, bahkan bersahabat. Namun, orang-orang risih lantaran anjing itu sering menjilat baju-baju mereka.

Dua hari lalu Sumirah, istri Suman, marah-marah lantaran jariknya dijilat anjing bongsor itu. Sumirah tidak jadi salat jamaah lantaran kena najis besar liur anjing Pak Kastubi itu.

Lima orang di belakang Suman tampak sudah hendak kembali ke rumah. Niat mereka salat jamaah sudah pupus lantaran iqomat usai dikumandangkan. Tapi mendadak wajah Suman berubah garang. Memendam durja yang menyala-nyala lewat bola matanya yang memerah.

"Jangan pulang dulu! Tunggu sebentar, akan kuusir anjing itu.."
Orang-orang lantas membalikkan punggungnya kembali. Suman setengah berlari mendekat ke arah anjing. Matanya terbelalak seolah mau melompat dari kelopaknya. Mulutnya dibuka lebar-lebar dan lehernya diregangpanjangkan ke depan.

"Gug… gug… gug…" gonggong Suman persis sekali anjing galak.
Orang-orang kaget melihat tingkah Suman yang mirip sekali dengan anjing dan hendak menerkam anjing.

"Gug… gug… gug…" gonggong Suman lagi.

Anjing Pak Kastubi sedikit surut ke belakang hinggga tak berada persis di tengah-tengah jalan. Dan, gonggongan Suman makin menjadi-jadi. Terdengar kian buas di telinga.

Anjing betina itu lari terbirit-birit. Suman mengejarnya sampai di tengah halaman rumah Pak Kastubi. Orang-orang masih tercengang melihat tingkah Suman.

***

Lima petang belakangan ini Suman menjadi andalan orang-orang untuk mengusir anjing Pak Kastubi. Dengan lakunya yang menggonggong buas seperti anjing galak, ia satu-satunya orang yang mampu memuluskan jalan orang-orang yang hendak jamaah salat magrib ke masjid.

Diam-diam Suman menikmati gaya menggertak anjing macam itu. Dan, orang-orang selalu terkekeh mendengar suman menggonggong.

"Persis! Suman, anjing galak..." kelakar orang-orang sembari tertawa lepas.
Pak Kastubi, si empunya anjing itu, sudah jarang pulang ke rumah. Orang-orang tak tahu, dan memang tak mau tahu, Pak Kastubi tengah pergi ke mana hingga berhari-hari menelantarkan anjingnya. Sementara anjing itu hanya kalah pada Suman.

Tingkah Suman mengusir anjing Pak Kastubi menjadi penghiburan banyak orang. Orang-orang lebih menganggap Suman sebagai sirkus. Ya, lelaki yang bertingkah anjing. Lelaki anjing, tepatnya. Bukan pahlawan yang menyelamatkan mereka dari hadangan anjing ketika hendak jamaah magrib.

Menjelang magrib, anak-anak bersiap menonton atraksi Suman. Mereka berkumpul di depan gerbang masjid yang tak jauh dari rumah Pak Kastubi. Anak-anak memastikan akan ada atraksi menarik jika anjing Pak Kastubi berada di tengah-tengah jalan. Dan, ketika rombongan jamaah dari arah utara datang, pastilah Suman ada di antaranya.

Anak-anak dan orang jamak tahu, jika mata Suman sudah nanar, membeliak dan memerah, maka gonggongan buasnya segera melengking. Membuat anjing Pak Kastubi lari pontang-panting. Lalu, tawa dan kelakar meledak di antara anak-anak dan orang-orang yang menyaksikan anjing jadi-jadian itu.

Lama kelamaan, Sumirah tidak rela melihat lelakinya bertingkah macam anjing. Hanya sumirah yang tidak ikhlas melihat suaminya menggonggong. Sumirah merasa gonggongan itu kini tak semata untuk memuluskan orang-orang yang hendak jamaah salat magrib. Tapi oleh orang-orang, gonggongan Suman dijadikan hiburan. Sirkus. Ya, permainan hewan.

Petang ini, ketika Suman hendak mengejar anjing, Sumirah menarik bajunya, "Jangan, Kang! Kau jangan lagi menggonggong mirip anjing itu." Anak-anak dan orang jamak kaget melihat Sumirah melarang Suman mengusir anjing Pak Kastubi. Di luar wasangka Sumirah, Suman justru menggertaknya dengan gonggongan yang buas. Sumirah amat ciut dibentak suaminya macam kelakuan anjing yang menakut-nakuti orang. Sumirah melihat mata suaminya yang memerah dan lebar itu amat menakutkan saat menggertaknya. Juga moncongnya yang seolah-olah terjulur memanjang ke muka.

Petang itu Sumirah tidak jadi ikut jamaah magrib. Ia tak kuat menahan sengguk tangisnya yang menjadi perhatian jamak orang. Airmatanya belum berhenti meleleh sejak gonggongan buas Suman tertuju padanya.

Belakangan, orang-orang sekampung mulai tahu Sumirah tak rela Suman dijadikan tontonan penghiburan. Namun orang-orang acuh saja. Biarlah, pikir mereka. Toh Suman melakukan itu tanpa paksaan.

***

Sumirah merasa tingkah Suman makin ganjil semenjak menggonggong demi mengusir anjing Pak Kastubi. Amarah Suman mudah terpantik dan meledak-ledak ketika mendapati sesuatu yang tidak mengenakkan dirinya. Sumirah ciut berhadapan dengan kedirian suaminya yang kini berubah menjadi pemarah itu. Lantaran itulah akhir-akhir ini Sumirah enggan bertatap mata dengan suaminya. Melihat mata Suman serasa tak beda menentang mata anjing galak.

Masa yang paling menyentak Sumirah adalah kemarahan Suman pada malam purnama bulan kesepuluh ini. Tenaga Sumirah habis terperas untuk mengunduh kacang hijau di sawah seharian. Ototnya terasa memar-memar. Dan urat-uratnya pun berasa ngilu. Kulitnya panas terpanggang kerak kemarau seharian.

Namun, kelelahan mendalam tak berlaku bagi tubuh Suman meski seharian bekerja. Tenaganya tetap terjaga sebagai lelaki perkasa. Malam itu, kelelakian Suman bangkit meledak-ledak. Sumirah berupaya menampiknya dengan halus. Lantaran tubuhnya payah dibekap rasa lelah, Sumirah tak hendak menjamu kelelakian suaminya itu.

"Maaf, Kang. Aku sangat lelah. Tulang-tulangku linu segala. Nanti saja menjelang subuh, aku yang membangunkanmu."

Mendapat jawaban itu, justru renjana Suman makin bergolak. Disingkapnya jarik Sumirah, yang matanya tetap mencoba terpejam. Suman mulai mengendus bau harum tubuh istrinya.

"Jangan sekarang, Kang!" Sumirah menarik jariknya hingga membelit tubuhnya kembali.
Sumirah tak menyangka penolakannya malam itu memantik amarah Suman. Sumirah yang terjaga sejenak, melihat sorot mata suaminya itu memercikkan bara amarah. Ya, mata Suman tampak nyangar meski di dalam bilik gelap.

"Gug… gug… gug…"

Sumirah terkesiap mendengar suara mengonggong dari seberang telinganya itu. Sumirah tahu betul, gonggongan itu berisyarat bahwa suaminya tengah kalaf. Dilihatnya Suman berdiri menumpu dua kakinya yang tertekuk ke belakang. Matanya nanar seolah hendak melompat keluar dari kelopaknya.

"Gug… gug… gug…"
Sekali lagi Suman menggonggong di bilik gelap itu. Sumirah surut ke belakang, menjauh dari jangkauan Suman.

Sumirah hendak berkata sesuatu, tapi urung karena Suman mendadak menerkam tubuhnya. Sumirah tak mampu mengelak ketika tubuh Suman menindihnya. Bahkan, untuk mendesis saja ia tak kuasa. Ia merasai perjamuan setengah hati malam itu adalah pesakitan semata. Suman demikian kasar memaksakan kehendak kelelakiannya. Tak ubahnya disetubuhi anjing galak. Tak sepenuh rasa. Brutal!

***

Tekad Sumirah sudah bulat untuk membunuh anjing Pak Kastubi. Ia tak kurang alasan untuk mematikan anjing yang selalu mengadang jalan menuju masjid kala magrib menjelang itu. Dalih paling mutlak adalah agar tak ada lagi kisah orang-orang menertawakan suaminya yang berkelakuan macam anjing.

Petang ini Sumirah menyelipkan seutas tali di lipatan mukenanya. Ia sembunyikan tali itu rapat-rapat agar tak diketahui orang. Sumirah tertawa kecil, seolah merasa menang, saat Suman menggonggong mengusir anjing Pak Kastubi. Pikir Sumirah, ini kesempatan terakhir suaminya berlaku sebagai anjing galak yang mengusir anjing.

"Besok takkan ada atraksi lagi. Takkan ada lagi anjing yang mengadang jalan. Juga tak ada lagi lelaki yang bertingkah sebagai anjing," batin Sumirah.

Inilah waktu yang tepat untuk menghabisi anjing itu. Sumirah tak segera ikut merapat ke barisan jamaah. Ia pura-pura bolak-balik mengambil air wudlu. Kepada orang-orang ia mengaku tidak enak perut hingga berkali-kali kentut dan harus mengulang wudlu.

Sumirah keluar dari masjid ketika jamaah tengah sujud di rakaat pertama. Langkahnya agak gamang menembus halaman rumah Pak Kastubi. Ia menembus jalan setapak di sisi kiri rumah yang sering ditinggalkan tuannya itu.

Mata Sumirah menangkap bayangan hitam di balik sinar temaram lampu di halaman belakang rumah Pak Kastubi. Mendekat perlahan-lahan, tangan Sumirah menyusun tali itu menjadi kolongan agak lebar.

Beruntung, anjing itu sedang tidur. Kendati begitu Sumirah amat hati-hati menyergapnya.

Ada rasa puas menjangkiti hati Sumirah saat anjing itu mati. Sumirah merasa mendapat kemenangan besar lantaran bisa membunuh anjing betina itu dengan tangannya sendiri. Meski tahu sudah mati, ia masih saja menarik tali yang mengerat leher anjing itu sekuat-kuatnya.

***

Sudah tiga hari anjing Pak Kastubi tidak muncul dan mengadang tengah jalan. Suman merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Karenanya hari-hari berikutnya ia mulai menggonggong lagi di depan pintu pagar rumah Pak Kastubi. Bukan demi mengusir anjing. Tapi berniat memanggil anjing itu agar keluar dari persembunyiannya di halaman belakang rumah tuannya.

Sumirah kembali tersudut dalam perasaan kalah. Toh, suaminya masih tetap berkelakuan macam anjing meski anjing Pak Kastubi yang menjadi latar muasalnya itu telah mati.

Tapi tekad Sumirah untuk menghentikan tingkah buruk suaminya itu amat kuat. Ia memberanikan diri menarik baju punggung suaminya saat menggonggong.

"Kang! Jangan lagi bertingkah seperti ini. Manusia harus punya beda dengan anjing."

Suman membalikkan tubuhnya. Matanya menantang tajam ke arah istrinya. Gonggongan buas seketika meledak dari mulutnya. Sumirah meyakinkan diri untuk tidak takut pada anjing jadi-jadian itu.

Sumirah sedapat-dapatnya membelalakkan matanya. Dipelototkan selebar-lebarnya. Dan, amarahnya dipompa untuk naik setinggi-tingginya.

Di luar wasangka oang-orang, Sumirah pun menggonggong. "Gug…gug…gug!"
Orang-orang terkejut mendapati Sumirah berpolah yang sama anjing.

"Ayo, Kang! Kita sama-sama jadi anjing. Kamu anjing, aku anjing. Lihat dua anakmu itu juga nanti jadi anjing!"

"Gug…gug…gug!" gonggong Sumirah lagi.

"Ayo, anjing jantan dan anjing betina bertarung. Siapa yang lebih sejati menjadi anjing!" gertak Sumirah.

Sumirah terus menggertak. Menggonggong dan beradu mata sangar dengan suaminya. Namun lama kelamaan gertakan Sumirah tak lebih menyuarakan luka dan kepupusan seorang perempuan. Bukan gonggongan marah seekor anjing betina. Tapi rintihan pengharapan seorang perempuan terhadap lelakinya.

Suman surut ke belakang. Ia tersungkur lemas. Roboh tak kuasa menahan badannya yang gemetar lantaran melihat istrinya berkelakuan macam anjing dan menantangnya bertarung. Airmata Suman meleleh. Sementara, Sumirah lebih dulu menyeka airmatanya dengan punggung tangannya.

Semarang, 2009
(Ilustrasi diambil dari http://purisa13.blogspot.com/2009/07/menjerat-anjing.html, pernah dimuat di Suara Merdeka sebagai ilustrasi cerpen "Menjerat Anjing" karya S Prasetyo Utomo 5 Juli 2009)
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment