Saturday, December 18, 2010

Eksperimen Cerita Pelit Kata

1
Judul : 100 Kata: Kumpulan Cerita 100 Kata
Penulis : Andi F Yahya, Hotma Juniarti, dkk
Penerbit : Antisipasti, Jakarta
Cetakan : II, 2010
Tebal : 111 hlm

Perayaan bahasa yang menandai dinamika kesusastraan Indonesia bergerak dengan pola yang khas sesuai zamannya. Di era teknologi informasi seperti dewasa ini, media cyber seperti blog, friendster dan facebook, tidak tertepis mampu memudahkan proses publikasi karya-karya sastra terkini.

Percepatan dan pertukaran informasi yang tidak tertanggungkan mendorong banyak penulis atau pengarang bertutur dengan bahasa yang lugas dan padat. Kemunculan fiksi mini atau cerita mini dapat dijadikan misal atas gerak bahasa yang mengejar maknanya dengan pengungkapan sederhana dan tidak memakan banyak waktu bagi pembacanya. Kemunculan gaya bahasa yang lugas dan singkat berkait dengan tipologi pembaca yang kesempatan waktunya untuk membaca makin sempit.

Diakui atau tidak, kini banyak pembaca bosan terhadap teks-teks sastra kontemporer yang umunya terkesan memanjangkan kata-kata, bahkan kalimat, lebih tepatnya dikatakan “akrobat” kata. Sebuah pola yang lazim dilakukan banyak penulis atau pengarang yang kurang bisa mengontrol penggunaan kata atau bahasa sehingga tumpah-ruah.

Kehadiran buku 100 Kata: Kumpulan Cerita 100 Kata tampaknya hendak menjawab persoalan itu. Dalam buku ini, Andi F Yahya dkk mengeksplorasi berbagai tema dengan berhemat bahasa. Bahkan bisa dikatakan “pelit” kata. Bagaimana tidak? Setiap cerita yang ditulis oleh satu pengarang terdiri dari 100 kata. Tentunya, ini menjadi ikhtiar yang tidak mudah untuk bercerita tentang suatu topik berlatar masalah dan konflik cukup kompleks sehingga memunculkan pemahaman pembaca secara memadai dan akurat.

Namun, jika dilihat pada tataran konteks kostelasi sastra Indonesia—khususnya genre prosa—terkini yang masih didominasi oleh cerpen atau novel yang terbilang panjang, buku kumpulan cerita 100 kata tidak lebih sebagai langkah eksperimen. Ya, sebuah percobaan menghadirkan karya dengan tuturan yang padat dan supaya mencakup semua sisinya dengan cepat. Di sini, lini kreatif pengarang dihadapkan pada tantangan mengolah ide dan topik dengan kecermatan dan efekstifitas bahasa.

Batasan 100 kata, tidak kurang tidak lebih, untuk menuturkan sebuah cerita yang tentu sarat dengan konflik masing-masing, bagi sebagian orang memang terlalu simpel. Tetapi, tampaknya buku ini membantah persepsi demikian. Bahwa, justru kepadatan di dalamnya ternyata mampu merangkum riuhnya plot dalam sajian yang pendek. Memang, konsep “pelit” kata ini pada sebagian cerita tampak seperti memendekkan atau menyederhanakan, bahkan menyembunyikan alurnya. Namun, justru hal itu mampu memberikan kejutan-kejutan segar di tiap-tiap ceritanya. Berkali-kali, seorang pembaca akan dipertemukan pada suatu “kondisi tiba-tiba”. Yakni, laju cerita yang mendadak menyentak di mana alurnya tidak begitu membutuhkan proses berbelit-belit, apalagi bertele-tele. Para penulisnya diam-diam menegaskan, jalin-jemalin kata di dalam tubuh cerita adalah isi. Nyaris tidak ada kulit atau basa-basi.

Kebanyakan cerita di buku ini mengisahkan tema-tema populer—yang sebenarnya tema klasik yang tidak pernah mati—yakni tema cinta. Betapa kisah-kisah ringan ternyata mampu dihadirkan kepada pembaca dengan elegan dan menantang. Bau perselingkuhan nyaris mendominasi isi 100 Kata: Kumpulan Cerita 100 Kata. Namun, sebagian cerita mengisahkan topik yang sebenarnya tidak ringan. Semisal topik tentang perempuan yang mengalami nasib kekerasan dalam rumah tangga yang mendapat porsi cukup banyak di dalamnya. Juga, menyentuh tema-tema sosial dengan gaya cerita yang nakal. Seperti pada cerita Terakhir (hlm 50) yang mengisahkan seorang anak yang bahagia sebab dibelikan sepatu oleh ibunya di sebuah toko sepatu, anak kecil itu sangat bahagia atas kebaikan ibunya yang tidak seperti biasa. Namun, sampai pada akhir cerita, leher para pembaca tiba-tiba seperti ditetak hingga nyaris putus. Sebab anak kecil itu pada akhirnya menjadi korban traficking.

Tampak pula tawaran penyegaran yang lain. Seolah hendak melepas diri dari konvensi-konvensi yang sudah mapan. Kita bisa menjumpai pelbagai variasi dari kesemua bentuk cerita. Pada sebagian cerita terlihat seolah ekstrem sebab strukturnya tidak seperti prosa pada umumnya. Sering cerita itu tersajikan dalam bentuk menyerupai puisi yang berbait-bait.

Eksperimen bercerita dengan 100 kata macam ini patut ditelaah lebih lanjut. Apakah ia terlahir dengan semangat cukup hanya memberi jeda pada pembaca atas tipologi karya yang terkesan lebih menonjolkan permainan kata-kata. Ataukah memang ada semacam garis ideologis, bahwa buku ini mengusung sebuah kemungkinan atas lahirnya genre baru yang benar-benar matang dalam kesusasteraan di Indonesia.

Kumpulan cerita mini ini, akhirnya seperti rok mini yang kelak menggoda kita. Boleh kemecer!

Musyafak Timur Banua, essais
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

1 comment: