Sunday, October 16, 2011

Narasi Peradaban dalam Sejarah Minuman

1

Judul               : The Art of Drinking: Sejarah Minuman dan Keberminuman
Penulis            : Sumirat Lohjati
Penerbit         : Immortal Publisher, Yogyakarta
Cetak               : I, 2011
Tebal              : 144 hlm
ISBN                : 978-602-98493-3-2


Tubuh manusia ibarat gurun yang menghimpun sejarah panjang tentang kekeringan. Sebagiannya adalah rasa haus yang selalu menuntut untuk dibasuh. Tuhan pun mencipta air untuk mengatasi obsesi manusia atas kondisi yang basah itu. Demikian lakon minum bermula sebagai pekerjaan rutin manusia dalam melawan dahaga, panas dan kelesuan. Minum menjadi kerja yang rasional untuk melawan kematian, bahkan kepunahan.


Mulanya minum memang semata aktifitas ketubuhan biasa. Seiring pengalaman dan perkembangan hidup manusia, minum pun menjadi perkara pelik. Evolusi peradaban manusia, dalam konteks terbatas, sejak zaman bahuela hingga modern, dapat ditilik dalam lakon minum. Apa yang diminum dan bagaimana cara minum seseorang menetukan keadabannya. Pun, di dalam suatu komunitas, budaya minum mengisbatkan suatu identitas kolektif sekaligus peradabannya.



Sejarah Minuman
Minum merupakan pekerjaan tubuh yang sangat tua, setua eksistensi manusia di bumi. Menelusuri sejarah minuman atau keberminuman manusia seolah upaya sia-sia. Apa dipasal, jejak keberminuman manusia sejak zaman purba tak ternarasikan dalam detail sejarah. Namun, dengan segala keterbatasan berikut kemungkinannya, buku The Art of Drinking ini cukup menarik dalam mendedahkan perkara minuman dan keberminuman manusia.


Mulanya manusia tidak meminum apapun kecuali air mineral yang didapatkannya dari alam. Mata air dan sungai menjadi sumber minuman yang tidak bisa dilepaskan dalam sejarah kehidupan manusia purba. Penemuan api oleh manusia menjadi momentum revolusioner yang mengubah tata keadaban manusia. Apa yang diminum dan cara minum manusia pun berubah. Penciptaan perabotan dari zaman batu ke zaman logam juga memengaruhi evolusi cara minum manusia. Penciptaan gelas menjadi penanda evolusi budaya minum manusia yang tak terus bergerak dan berubah. Selera minuman manusia pun terbentuk seiring eksperimentasinya terhadap bahan-bahan alam yang dijadikannya minuman. Manusia saat itu mulai menyadari potensi hewan sebagai sumber minuman, atau daun-daunan dan buah-buahan sebagai bahan ramuan minuman. Sehingga ditemukannya teh, kopi, anggur, susu, dan sebagainya.


Penemuan minuman serta cara minum baru lantas menggeser pandangan manusia terhadap minuman. Minum tidak lagi sekadar memenuhi hajat tubuh untuk sekadar memadamkan rasa haus. Tetapi minum telah menjadi lakon mengejar kenikmatan. Kerja minum semakin bergairah dengan penemuan ragam bentuk dan rasa minuman-minuman baru. Penemuan-penemuan baru juga berperan dalam mengolah hasrat manusia atas minum. Seperti kita lihat kini, masyarakat kota, misalnya, rela menggelontorkan banyak uang untuk sekadar minum kopi di bar, pub, atau kafe. Manusia acap terjebak pada sikap fanatik terhadap minuman yang sesuai cita seleranya. Sehingga minuman tak jarang menjadi sarana memakemkan citra atau identitas diri.


Potret Sosial
Dalam bingkai sosiologis, minuman menjadi piranti vital dalam interaksi di semua belahan masyarakat. Realitas minuman diurus secara serius hingga menjadi simbol keakraban, keluwesan, dan keharmonisan. Orang Jawa mengenal wedang, yaitu minuman hangat sejenis teh, jahe atau kopi. Ketika orang Jawa kedatangan tamu, yang pertama-tama disuguhkan adalah wedang. Konon, istilah wedang merupakan akronim dari ngawe kadhang (memanggil saudara) atau nggawe kadhang (membuat persaudaraan). Wedang yang disuguhkan beserta cara menghaturkannya, seperti ujaran menyilakan atau acungan jempol tangan kanan, merupakan faal memartabatkan tamu sekaligus menunjukkan keadaban si tuan rumah.


Di Eropa, minuman beralkohol ibarat pelumas sosial. Anggur serta ragam jenisnya dipandang sebagai minuman bergengsi dan beradab. Anggur atau alkohol tidak dapat luput dari perayaan semacam pesta maupun pertemuan-pertemuan sosialitas yang penting maupun perkumpulan biasa.


Sementara di Cina atau Jepang, terdapat beberapa upacara minum yang khas, unik, dan bahkan memuat narasi hidup yang kaya makna. Upacara minum teh ala Wu Wo khas Cina, misalnya, digelar setelah upacara pernikahan. Di sini saling menyuguhkan dan menikmati minuman. Tempat duduk disusun acak sehingga tak seorangpun tahu siapa yang akan memberi dan menerima persembahan minuman. Upacara ini mengajarkan pesan-pesan kehidupan, di antaranya, menihilkan jarak tingkatan sosial, tidak membedakan sekte atau wilayah, tidak berpamrih imbalan apapun, membuka pikiran, dan mempererat kerja sama.
Walhasil minuman menjadi potret sosial yang menghadirkan representasi masyarakat tertentu berdasarkan adat dan budayanya. Minuman menjadi penanda identitas kolektif. Namun, adab minum juga menuai tragis yang tidak sedikit. Di masyarakat Indonesia acapkali orang tewas “tertelan” arak atau minuman oplosan. Tak beda tragis kecelakaan lalu lintas di Amerika 40% didominasi oleh dorongan alkohol. Begitu, minuman hadir dalam kehidupan kita sebagai kebutuhan sekaligus rayuan. Kerja minum menyangkut narasi kearifan diri: bagaimana manusia melakukan kontrol diri untuk mengimbangkan kebutuhan dan hasratnya.


--Musyafak, pengkaji budaya di Open Mind Community Semarang
(Suara Merdeka, 16 Oktober 2011)
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

1 comment: