Saturday, April 14, 2012

Bahasa Indonesia Potensial Mendunia

0
BAHASA Indonesia kini sedang terangkat ke dalam diskursus (politik) internasional. Wacana menjadikan bahasa Indonesia sebagai "Bahasa ASEAN" mendapat tanggapan positif dari banyak kalangan. Muncul ekspektasi lebih tinggi, bahasa Indonesia potensial mendunia, bahkan menjadi bahasa internasional.

Pemerintah Indonesia tampak mulai mengampanyekan bahasa Indonesia di forum-forum internasional. Pada pertemuan puncak para pemimpin Asia Tenggara di forum KTT ASEAN Ke-19 di Nusa Dua Bali (17/11/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato dalam bahasa Indonesia. Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo, juga berpidato dalam bahasa Indonesia di forum pertemuan badan pemeriksa keuangan se-ASEAN (16/11/2011). Purnomo menyatakan, tahun 2015 mendatang ASEAN akan menjadi komunitas bersama, yakni Komunitas ASEAN (antaranews.com).

Penanda Kultural
Penegasan tentang Komunitas ASEAN tersebut patut digarisbawahi. Dalam diskursus politik multilateral, Komunitas ASEAN merupakan gagasan "komunitas politik" yang dicitakan mengatasi kepentingan bangsa-bangsa di Asia Tenggara.

Bennedict Anderson (2001) menyebut komunitas politik sebagai sekelompok masyarakat yang hidup bersama berdasarkan sistem nilai tertentu di bawah pimpinan suatu pemerintahan. Sistem nilai di dalam komunitas politik berperan membentuk identitas kolektif, serta menciptakan solidaritas antaranggotanya.

Memang, gagasan komunitas politik ala Anderson tersebut adalah landasan pemikirannya dalam mendefinisikan bangsa. Tetapi, pemahaman komunitas politik semacam itu cukup memungkinkan dilebarkan untuk mendefinisikan hubungan antarbangsa yang telah mengalami keintiman dan solidaritas kolektif.

Di dalam komunitas politik, bahasa merupakan salah satu elemen sistem nilai, yakni simbol yang memaknakan kolektivitas. Bahasa maujud sebagai unsur simbolik yang merekam keragaman di dalam keseragaman. Bahasa sekaligus membentuk identitas kolektif yang khas, sekurang-kurangnya di arena komunikasi. Lebih dari itu, dalam konteks hubungan antarbangsa, bahasa bukan sekadar agen politik untuk menegosiasikan kepentingan, tetapi sekaligus menjadi penanda kultural.

Mekarnya diskursus ini menjadi momentum tepat bagi bangsa Indonesia untuk "mengoreksi" Bahasa Indonesia. Sebab, eksistensi Bahasa Indonesia di arena komunikasi keseharian diliputi pelbagai masalah dan belum tertuntaskan hingga hari ini. Mulai dari penyerapan bahasa asing yang seolah tanpa kontrol dan jor-joran, "penyelewengan" --pemakaian standar yang berbeda-- bahasa di dunia jurnalisme, hingga kontaminasi bahasa alay yang memendarkan sinyal bahaya bagi konvensi bahasa Indonesia di masa datang, dan sebagainya.

Tepat saatnya untuk menginsafkan masyarakat mengenai pentingnya mencintai bahasa Indonesia. Di tengah demam bahasa asing--yang dianggap lebih bermartabat dan beradab, sementara bahasa milik sendiri dianggap lugu sehingga dikesampingkan--, propaganda bahasa Indonesia di kalangan anak bangsa sangat mendesak dilakukan. Kepercayaan diri anak bangsa perlu dibangun bahwa bahasa Melayu-Indonesia saat ini sudah akrab di negara-negara lain, bahkan digunakan di banyak negara, seperti Timor Leste, Singapura, Malaysia, Thailad, dan Brunei Darussalam.

Peran Sastra
Berthold Damshauser, Kepala Program Studi Bahasa Indonesia di Universitas Bonn, Jerman, menulis esai menarik bertajuk Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Dunia (Majalah Tempo edisi 37/40, 14/11/2011). Damshauser melaporkan sebuah diskusi di dalam perkuliahan bahasa Indonesia yang diampunya, tentang potensi besar bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia. Respons pesimistis mencuat di kalangan mahasiswa ketika ia melontarkan wacana tersebut. Salah satu pesimisme yang memandang sempitnya peluang bahasa Indonesia adalah latar belakang sejarah bangsa Indonesia yang tidak pernah menjadi negara imperialis.

Tak bisa dimungkiri, banyak kalangan menilai kolonialisme-imperialisme menjadi faktor penting suatu bahasa mendunia dan menjadi bahasa internasional. Pandangan tersebut didasarkan fakta sejarah bahwa negara-negara adikuasa seperti Jerman, Jepang, Prancis, dan Inggris, melakukan penyerangan ke berbagai negara hingga kurun Perang Dunia II berakhir. Kekuatan politik (perang) menjamin terjadinya penyebaran bahasa-bahasa asing ke pelbagai negara jajahan sehingga digunakan sebagai lingua franca atau bahasa keseharian.

Faktor kolonialisme-imperialisme bukan alasan mutlak bagaimana suatu bahasa bisa mendunia. Kita bisa menilik kasus Inggris yang mulai menempati posisi minor di dalam hubungan politik internasional. Seperti dicatat buku Menelanjangi Kuasa Bahasa: Teori dan Praktik Sastra Poskolonial (Bill Ashcroft, dkk, 2003), saat itu Inggris dan kekuatan imperial Eropa lainnya telah digantikan oleh Amerika dan Uni Soviet. Tetapi Inggris tetap bisa mempertahankan dominasi kulturalnya, termasuk bahasa, melalui norma-norma kesusasteraan yang menempatkan teks-teks Ingris sebagai standar citarasa dan nilai.

Bukan mustahil bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dan mendunia sejauh penggunaannya di kancah global semakin intens, misal di dalam proses diplomasi politik atau komunikasi perdagangan. Di luar kerja politik-ekonomi itu, peran sastra tidak bisa dipandang sebelah mata bagi proses penetrasi sekaligus pemekaran daya kultural suatu bangsa di kancah global, di samping kemajuan sains di mana temuan-temuan baru anak bangsa dirilis dengan bahasa Indonesia.

Karya-karya sastra yang lahir dalam bahasa Indonesia sangat potensial mengajukan keunggulan bahasa Indonesia. Tentu karya sastra yang bermutu tinggi dengan pencapaian estetika yang dapat mengisap ketertarikan masyarakat luar negeri. Walhasil, mimpi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional bukan sekadar gagasan politik, melainkan juga proyek kebudayaan menuju Indonesia yang lebih berdikari dan bermartabat.

--Musyafak, peneliti di Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LeKAS), Semarang
(Jurnal Nasional, 21 September 2011)
Author Image

About ngobrolndobol
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design

No comments:

Post a Comment