Genap dua tahun Gus Dur wafat. Ya, 30 Desember 2009 silam, sosok fenomenal itu berpamit kepada seluruh masyarakat Indonesia, juga semua bangsa di dunia. Kepergiannya mewariskan limpahan kenangan tentang laku hidupnya yang nyeleneh sekaligus istimewa. Di samping mewariskan beragam pemikiran penting terkait agama, politik dan kebangsaan.
Kerinduan pada Gus Dur di benak manusia Indonesia tentunya selalu ada. Ketokohan dan kekhasan Gus Dur dengan sendirinya menyediakan cara bagi para pengagum, pengikut, murid, bahkan penentang, untuk menziarahinya. Apa dipasal, semakin terkenal seseorang, semakin ia sering dicatat dan didokumentasikan media, atau dituliskan melalui buku.
Buku menjadi medium paling rasional untuk menggelar tatap muka secara imajinatif dengan Gus Dur. Biografi atau narasi yang dirisalahkan oleh buku-buku niscaya menajamkan ingatan pembaca tentang tokoh yang dikenal dekat dengan semua elemen masyarakat lintas agama, lintas etnik dan lintas bangsa. Sebagaimana mestinya, buku-buku biografi memberi pembaca suatu intensi khusus terkait sisi-sisi kehidupan sang tokoh.
Biografi Gus Dur yang bisa dibilang terkemuka adalah Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (LKiS: 2003) karya Greg Barton. Sebelum diterbitkan dalam versi Bahasa Indonesia oleh LKiS dan hingga kini dicetak ulang kedelapan, buku ini lebih dulu diterbitkan dalam Bahasa Inggris oleh Equinox Publishing. Tak pelak, buku ini menjadi semacam "biografi babon" yang mengisahkan perjalanan lengkap Gus Dur, mulai asal-usul keluarga, perkembangan intelektual, progresivitas pemikiran, hingga sepak terjang politik. Menjadi acuan bagi banyak penulisan atau penelitian tentang Gus Dur setelahnya.
Barton tampak tidak memandang kisah hidup Gus Dur sebagai sejarah yang tertutup atau beku. Perkelindanan narasi-wacana di dalam buku tersebut penuh dengan peninjauan kritis. "Kengawuran" Gus Dur, misalnya, dalam bentuk pernyataan-pernyataan spontan, serta keputusan-keputusan terkesan irasional, menjadi jalan lapang bagi Barton untuk memberikan sentuhan kritis atas perjalanan kehidupan Gus Dur. Secara jujur, Barton juga tak kurang mencuatkan pujian.
Mendekati Gus Dur tak semata melalui buku biografi. Banyak buku menyajikan potongan-potongan kisah hidup Gus Dur yang bisa dipetik suatu hikmah atau tauladan atasnya. Mohammad Sobary mengambil jalan itu dengan menulis buku Jejak Guru Bangsa: Mewarisi Kearifan Gus Dur (Gramedia Pustaka Utama, 2010). Buku tersebut membeberkan potongan-potongan hidup Gus Dur sebagai kisah yang dituturkan secara sederhana. Melalui gaya bercerita, buku ini memesankan suatu kearifan yang bisa dipetik di setiap kisah perjalanan Gus Dur, sejak masih nyantri hingga pentas di jagat politik nasional. Tebaran dialog di dalamnya menghadirkan guyonan-guyonan dan pernyataan nyeleneh dari sosok agamawan-bangsawan yang sering mengatakan "gitu aja kok repot" ini.
Gagasan yang Riil
Tokoh sekaliber Gus Dur yang kerap menggegerkan media tanah air dengan segala kenyelenehan dan keceplas-ceplosannya, juga gagasan-gasannya yang riil dan membumi, membuat ia memikat jagat akademis di Indonesia. Banyak skripsi, tesis, dan disertasi mengangkat pemikiran-pemikiran Gus Dur sebagai objek kajian. Ijtihad Politik Gus Dur: Analisis Wacana Kritis karya Munawar Ahmad (LKiS, 2010) adalah hasil disertasi yang kemudian dipublikasikan untuk khalayak luas. Buku tersebut berhasil memetakan pemikiran politik Gus Dur. Tulisan-tulisan Gus Dur, baik artikel di media massa maupun buku yang pernah ditulisnya, ditelaah secara kritis sehingga menjadi master story bagi perkembangan pemikirian tokoh NU ini di bidang politik. Memakai metode Critical Discourse Analysis (CDA) ala Van Dijk, buku ini mengeksplorasi metamorfosis atau perkembangan evolutif pemikiran Gus Dur berdasarkan kurun waktu dan konstelasi politik yang terus berubah.
Gus Dur populer di masyarakat sebagai tokoh yang unik, nyentrik, bahkan nyeleneh, salah satunya karena daya humornya yang begitu kuat. Gayanya clemang-clemong dan ceplas-ceplos, menahbiskan dirinya sebagai pribadi yang menyenangkan, selain terkadang menjengkelkan. Lebih dari itu, guyonan-guyonannya secara tersamar memuat pesan-pesan kebajikan yang kontekstual. Di antara buku-buku yang memuat ragam dialog dan cerita Gus Dur yang sarat humor dan secara reflektif sekaligus menyelipkan pesan-pesan tertentu adalah Gus Gerr: Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa (Pustaka Marwa, 2010), Humor Nyentrik ala Gus Dur (Abilka, 2010), Humor-humor Segar, Nyeleneh dan Inspiratif Gus Dur (Diva Press, 2010), dan Gus Dur Asyik Gitu Loh (The Wahid Institut, 2007).
Gus Dur seolah living text (teks hidup) yang kisah dan pemikiran-pemikirannya mewarisi kita berbagai nilai bagaimana menjalani kehidupan keagamaan dan kenegaraaan secara integral. Biografi maupun buku-buku yang secara khusus mengulas pemikiran Gus Dur, sejauh ini adalah "museum" yang menyimpan artefak pergumulan kemanusiaan, keagamaan, serta interest-politik di mana Gus Dur pernah eksis. Begitu, buku akan terus mewartakan kehadiran Gus Dur di setiap kurun zaman agar masing-masing generasi bisa mengambil pelajaran.
--Musyafak, essais, penggiat di Open Mind Community Semarang
(Analisa, 14 Jan 2012)